Tepat
di hari ulang tahunku 26 desember 2016..
Dear Tuhan…
Esok hari hamba akan memulai hari baru.
Hari baru : kesempatan baru, suasana baru, dan tentunya tantangan baru. Engkau
tahu Tuhan, hamba senang sekaligus bersedih dalam hal ini. Senang, lantaran
besok merupakan kesempatan baru hamba untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Pribadi yang tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, melainkan juga untuk
kawan dan semua orang. Bersedih, lantaran itu merupakan pertanda kesempatan
hamba untuk mengabdi kepada-MU kian menipis. Jika lembaran hidup hamba terhenti
di tahun ke 63 (sunnah Nabi), maka hanya 37 tahun lagi waktu hamba untuk
mempersiapkan dan berbenah diri sebelum menghadap-MU.
Tuhan… hari ini, esok hari, lusa dan
seterusnya. Hamba ingin belajar ikhlas. Ikhlas dalam hal apa saja, dalam
beribadah, dalam mengabdi, dalam belajar, dan bahkan dalam menyayangi
seseorang.
Betapa sering benak hamba
mempertanyakan esensi takdir-MU. Betapa sering hati hamba merasa tidak terima
atas ketentuan-MU. Hamba begitu khilaf, sampai-sampai hamba lupa bahwa
Engkaulah yang maha tahu. Hamba begitu bodoh, sampai-sampai hamba tidak ingat
betapa setiap takdir-MU itu benar-benar baik untuk hamba.
Maka Tuhan, malam ini hamba sungguh
bertekad, akan mengikhlaskan diri dalam segala hal, tidak terkecuali dalam
menyayangi seseorang.
Maaf Tuhan, untuk hal semacam ini hati
hamba mendadak kelu, tidak bisa berkata apa-apa. Engkau tahu bukan, betapa
perasaan ini sungguh sulit untuk didiskusikan. Biarlah hamba sehari semalam
membahasnya, maka itu tidak akan pernah cukup. Perasaan ini sungguh sulit untuk
dibicarakan. Baik ketika kita tengah menyayangi seseorang, ataupun ketika
sedang terkungkung dalam kegetiran.
Tapi tidak Tuhan, hamba bukanlah orang
yang cengeng, hamba bukanlah orang yang mudah kehilangan asa. Sekali lagi,
malam ini hamba bertekad untuk menyayangi dia dengan begitu tulus Tuhan. Hamba
tidak akan mengharapkan pamrih apapun. Hamba juga tidak akan mengharapkan dia menyayangi
hamba. Yang hamba ingin lakukan “MENYAYANGINYA
DENGAN PENUH KETULUSAN”
Itu berarti hamba harus mampu menerima.
Menerima setiap resiko atas tekad yang telah hamba ikrarkan. Berat memang,
namun itulah tekad hamba. Sulit memang, namun itulah janji hamba. Hamba sudah
siap berhadapan dengan jurang-jurang kepedihan itu. Karena hamba tahu bahwa
sungguh tidak mungkin hamba memilikinya.
Biarlah langit
mencatat ini sebagai ikrar hamba Tuhan. Hamba akan tetap terus bersabar,
mengikhlaskan diri untuk menyayanginya. Hamba ridho dengan apa yang Engkau
tetapkan kepada hamba. Meskipun senyata-nyatanya rasa sayang itu tidak
sedikitpun berbekas dilubuk hatinya. Hamba akan tetap
tulus mencurahkan rasa sayang ini untuknya.
Dan ikrarku untukmu :
Hari ini aku akan meningkatkan kualitas
kemanusiaanku, kehambaanku, ketulusan hatiku, dan semuanya. Hingga ketika suatu
hari nanti jika DIA benar-benar menggariskanmu untukku, aku akan menunggumu
sembari tersenyum. Senyum yang semoga saja selalu tersimpul disetiap helaan
nafas kita. Senyum yang semoga saja dapat menjembataniku menjadi
bidadari-bidadari surga, yang kita tahu cantik tiada tara. Inilah ikrarku
padamu, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, aku yakin aku sanggup, karena aku
tahu Tuhan selalu membuatku mampu melalui apapun di hidupku.
“Ya Rabb, Engkaulah
alasan semua kehidupan ini. Engkaulah penjelasan atas semua kehidupan ini.
Perasaan itu datang dari-Mu. Semua perasaan itu juga akan kembali kepada-Mu.
Kami hanya menerima titipan. Dan semua itu ada sungguh karena-Mu...
Katakanlah wahai
semua pencinta di dunia.Katakanlah ikrar cinta itu hanya karena-Nya. Katakanlah
semua kehidupan itu hanya karena Allah. Katakanlah semua getar-rasa itu hanya
karena Allah. Dan semoga Allah yang Maha Mencinta, yang Menciptakan dunia
dengan kasih-sayang mengajarkan kita tentang cinta sejati.
Semoga Allah
memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan hakikat-Nya.
Semoga Allah sungguh
memberikan kesempatan kepada kita untuk memandang wajah-Nya.Wajah yang akan
membuat semua cinta dunia layu bagai kecambah yang tidak pernah tumbuh. Layu
bagai api yang tak pernah panas membakar. Layu bagai sebongkah es yang tidak
membeku”.
(TereLiye)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar